• Jelajahi

    Copyright © Berita Nomor Satu
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Daripada mengutuk kegelapan, Lebih baik Menyalakan Lilin; Menuju Era Baru Pembiayaan Umi, Ikhtiar Bersama Bangkitkan UMKM Kita

    Editor: Admin Nomor Satu Rabu, 02 Februari 2022, 17.32 WITA Last Updated 2022-02-02T09:32:33Z



    Daripada mengutuk kegelapan, Lebih baik Menyalakan Lilin;
    Menuju Era Baru Pembiayaan Umi,Ikhtiar Bersama Bangkitkan UMKM Kita

    Oleh : RUSLI KASENG 
    (Jurnalis BeritaNomorSatu.Com)
     
    Pembangunan nasional  bertujuan untuk  mencapai standar kualitas  hidup masyarakat seperti tingkat 
    kesejahteraan, kesehatan maupun pendidikan. Salah  satu  bagian  dari  pembangunan  yang  penting  bagi  
    masyarakat  adalah  pembangunan  ekonomi.  Pencapaian  pembangunan  ekonomi  dapat  diindikasikan  dengan  tingginya  pertumbuhan  ekonomi,  meningkatnya  pendapatan  perkapita,  luasnya  kesempatan  kerja,  berkurangnya  tingkat  pengangguran  dan  tingkat  kemiskinan.  Pembangunan  ekonomi  merupakan suatu  proses  yang menyebabkan  pendapatan  per  kapita  penduduk  di  suatu  daerah meningkat dalam jangka panjang. Kegiatan ekonomi  dilaksanakan oleh   pemerintah  daerah  bersama-sama  dengan  masyarakat,  mengolah  dan  memanfaatkan  sumber  daya  yang  ada  untuk  merangsang  perkembangan  ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat.   Pengembangan  ekonomi  kerakyatan  bertujuan  untuk  meningkatkan  partisipasi masyarakat dalam  berbagai aktivitas  pembangunan khususnya di  bidang ekonomi. Selain  itu,  peningkatan kualitas sumber  daya manusia  agar  mampu mengolah  sumber daya  alam secara efisien  dan berkelanjutan  guna  meningkatkan  pandapatan  dan  kesejahteraan.  Kemudian  mendorong  masyarakat, pengusaha kecil dan menengah untuk berkembang serta mampu  mendukung berkembangnya ekonomi daerah dan menciptakan lapangan kerja  dan kesempatan berusaha. Seperti diketahui  bersama Ekonomi kerakyatan berpedoman  pada sila keempat Pancasila yang dapat didefinisikan  secara  sederhana  bahwa  istilah  ekonomi  kerakyatan   akan  mengandung  unsur  demokrasi  di  dalamnya.  Demokrasi  yang  muncul  dan  digali dari kearifan lokal.  Demokrasi yang menjadi ciri khas Indonesia adalah  musyawarah untuk mencapai  mufakat. 

    ekonomi  dimana selain  ada  sektor  formal  yang  umumnya  didominasi  oleh  pengusaha  dan  konglomerat  terdapat  sektor  informal  dimana  sebagian  besar  anggota  masyarakat  hidup.  Oleh  karena  itu,  ekonomi  rakyat  berkembang sesuai dengan kondisi masyarakat disuatu daerah tertentu.  Ekonomi  kerakyatan  merupakan  terminologi  yang  digagas  oleh  Mohammad  Hatta  pasca  kolonialisme  Hindia  Belanda  dengan memperhatikan  kondisi  sosial  ekonomi  peninggalan  pemerintah  Hindia  Belanda  yang  pada  saat  itu  menempatkan kaum  pribumi  dalam  kelas  dan  strata  sosial  paling  bawah.  Ekonomi  kerakyatan  diciptakan  sebagai  cara  untuk  menjadikan  bangsa  pribumi  sebagai  tuan  di  negeri  sendiri. Yang Kemudian,  konsep  ekonomi  kerakyatan  tersebut secara gamblang dinyatakan  dalam  konstitusi  Republik Indonesia Pasal 33 UUD 1945. 

    Tentang UMKM di Indonesia
    Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2008 tentang  UMKM Pasal 1, dinyatakan bahwa Usaha mikro adalah usaha produktif milik  orang  perorangan  dan/atau  
    badan  usaha perorangan  yang  memiliki  kriteria  usaha mikro sebagaimana diatur dalam 
    UU tersebut. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang 
    dilakukan oleh orang perorangan atau  badan  usaha  yang  buka  merupakan  anak  perusahan  
    atau  bukan  anak cabang yang dimiliki,  dikuasai atau  menjadi bagian,  baik langsung  
    maupun tidak langsung, dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria 
    usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam UU tersebut. 

    Sedangkan usaha mikro adalah usaha  ekonomi produktif yang berdiri  sendiri  yang  
    dilakukan  oleh  perorangan  atau  badan  usaha  yang  bukan merupakan  anak  perusahaan  
    atau  bukan  cabang  perusahaan  yang  dimiliki, dikuasai,  atau  menjadi  bagian  baik  
    langsung  maupun  tidak  langsung,  dari  usaha mikro, usah kecil atau usaha besar yang 
    memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana  dimaksud  dalam  UU  tersebut.  Di  dalam  
    Undang-undang tersebut, kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan UMKM seperti yang 
    tercantum  dalam  Pasal 6  adalah nilai  kekayaan bersih  atau nilai  aset tidak  termasuk  
    tanah  dan bangunan  tempat  usaha,  atau  hasil  penjualan  tahunan. 

    Jadi dapat disimpulkan sesungguhnya jika UMKM  adalah  unit  usaha  produktif  yang  
    berdiri  sendiri,  yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha di semua sektor 
    ekonomi. Pada prinsipnya, pembedaan antara Usaha Mikro (UMI), Usaha Kecil (UK), 
    Usaha Menengah  (UM), dan  Usaha Besar  (UB) umumnya  didasarkan pada 
    nilai aset awal (tidak termasuk tanah dan bangunan), omset rata-rata per tahun, 
    atau jumlah pekerja tetap.

    Tahun 2020, Fase Pergulatan UMKM di indonesia 
    Sejarah kembali berulang. Setelah krisis ekonomi 1998 dan 2008 mendera negeri ini, sekali lagi (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) UMKM diuji sebagai bumper ekonomi nasional. Lolos sebagai dinamisator ekonomi selama krisis-krisis sebelumnya, pandemi menjadi ujian terberat mereka. Asian Development Bank (2020) dalam hasil survei dampak Covid-19 di Indonesia, Thailand, Filipina, dan Laos menyatakan sebanyak 48,6% UMKM di Indonesia terpaksa menutup usahanya. Sebagian besar disebabkan menurunnya permintaan domestik (30,5%), penundaan pengiriman (13,1%), pembatalan kontrak pesanan (14,1%), hambatan produksi dan distribusi (19,8%).
    Kondisi memprihatinkan ini tentunya i menyebabkan 52,4% pelaku UMKM kehabisan uang tunai dan tabungan sehingga tidak memiliki modal untuk melanjutkan usahanya, sedangkan 32,8% lainnya hanya punya uang cadangan dalam sebulan ke depan. Untuk mencukupi modal kerja yang diperlukan untuk bangkit berusaha kembali, mereka meminjam dari keluarga dan kerabat (39%), memakai dananya sendiri (24,6%), meminjam dari Lembaga Keuangan Bukan Bank (10,5%) dan hanya 1% yang berhasil meminjam dari perbankan.
    Hasil survei ADB ini sesungguhnya cukup untuk memberikan gambaran akan  kesulitan pelaku UMKM di tengah kebijakan PSBB nasional yang baru mulai dilaksanakan pada bulan April 2020 dan simpang siur kebijakan daerah menanggapi penyebaran virus yang semakin meluas. Di lapangan, pelaku usaha kesulitan menjalankan usahanya karena penutupan pasar tradisional, pembatasan bepergian keluar wilayah tempat tinggal dan terhambatnya pasokan bahan baku usaha. Di sisi lain, lembaga pembiayaan juga mengalami kesulitan dalam menagih angsuran, menawarkan pembiayaan baru untuk model kerja dan mendampingi pelaku usaha karena faktor penyebab yang sama. Alhasil, tingkat kredit macet atau NPL meningkat tajam selama semester  1 tahun 2020.
    Pandemi  Covid-19 yang sedang merebak hingga saat ini tidak hanya berdampak negatif pada  kesehatan  saja. Akan tetapi, juga berdampak pada bidang pendidikan, sosial,  dan  terutama  sangat  berpengaruh  pada  perekonomian  Indonesia.  Pandemi  sangat berdampak pada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).  Pada  tahun  2018,  menurut  Kementerian  Koperasi  danUsaha  Kecil  dan  Menengah  (Kemenkop  UKM), jumlah  UMKM  di  Indonesia  adalah  sekitar 64.194.057  buah,  dengan  daya  serap  sebanyak  116.978.631  total  angkatan  kerja. Angka ini setara dengan 99% total unit  usaha  yang ada di Indonesia,  dengan persentase serapan tenaga kerja di sektor ekonomi setara dengan 97%  dan 3 persen sisanya pada sektor industri besar.  Berdasarkan  penelitian  pada  bulan  April  2020  yang  dilakukan  oleh  Kemenkop UKM,  pandem  Covid-19  mengakibatkan sejumlah  56%  UMKM  mengalami penurunan  pada  hasil  omzet penjualant, 22% lainnya mengalami  kesulitan  dalam  mendapatkan  pembiayaan  atau  kredit,  15%  mengalami permasalahan dalam distribusi barang, dan 4% sisanya kesulitan mendapatkan  bahan  baku  mentah.  Dari  seluruh  UMKM  yang  terdata  dalam  riset  ini,  komposisi  UMKM  yang  bergerak  dalam  industri  mikro  menempati  angka  87.4%. Angka ini menunjukkan fakta yang lebih tinggi dari yang dilaporkan  oleh  Bank  Indonesia  yaitu  sebesar  72,6%  dan  lebih  rendah  dari  yang  dilaporkan oleh LIPI yaitu sebesar 94,7%. Kedua riset terakhir dilakukan pada  bulan Juni 2020, akhir Kuwartal II tahun 2020.  Adanya  kebijakan  Pembatasan  Sosial  Berskala  Besar  PSBB  dan  social distancing  secara  langsung  dapat  menghambat  UMKM  dalam  kegiatan  distribusi  sehingga  menyebabkan  terjadi  penurunan  omzet  penjualan  dari  UMKM. 
    Di samping itu, UMKM yang bergerak di usaha makanan dan minuman mikro  terdampak  sebesar  27%.  UMKM  yang  terdiri  atas  usaha  kecil  makanan  dan   minuman,  terpengaruh  sebesar  1,77%  dan  UMKM  yang  tergolong  usaha menengah,  terpengaruh  di  angka  0,07%.  Selain    itu,  pandemi  Covid-19  juga  berdampak terhadap usaha mikro sebesar 17,03%. Usaha kecil di sektor kerajinan kayu dan rotan terpengaruh sebesar 1,77% dan usaha menengah sebesar 0,01%. Di satu sisi, konsumsi rumah tangga terdampak sekitar 0,5% hingga 0,8%.  
    Daripada Mengutuk Kegelapan lebih baik menyalakan lilin
     Sektor  Usaha  Mikro  Kecil  Menengah  (UMKM)  menjadi  salah  satu  sektor yang paling terdampak pandemi Covid-19. Wabah ini membuat roda  perekonomian di sektor UMKM tersendat. UMKM selama ini menjadi salah  satu penopang ekonomi nasional. Setidaknya terdapat lebih dari 64 juta unit  UMKM  yang  berkontribusi  97  persen  terhadap  total  tenaga  kerja  dan  60 persen PDB  nasional.  UMKM juga berkontribusi signifikan GDP mencapai  20  persen sampai  50  persen.  Jumlah  ini menunjukan  peran  UMKM  yang sangat besar bagi perekonomian nasional. 
    Meskipun  penuh  dengan  tantangan,  sektor  UMKM  masih  memiliki harapan  dan  peluang  untuk  meningkatkan  skala  bisnisnya.  Peluang  bisnis UMKM tidak terbatas (unlimited), artinya bidang apa saja dapat berpotensi  untuk  dijadikan  bisnis  UMKM meskipun  sedang  terjadi  wabah  Covid  19. Asalkan  para  pelaku  UMKM  memiliki  banyak  ide  kreatif,  keahlian  dan  ketrampilan yang bisa dijual secara online dan offline.  Peluang untuk meningkatkan ekspor masih terbuka lebar apabila pelaku UMKM  mau  melakukan  inovasi  produk  dan  mendesainnya  dengan memanfaatkan teknologi. Terdapat  tiga sektor  yang memiliki  peluang besar  bagi UMKM untuk dapat meningkatkan ekspornya di tengah pandemi seperti  saat ini  seperti produk  makanan dan  minuman, fashion  serta furniture  dan kerajinan.  Sebagai  bentuk  kegiatan  atau  dukungan  kepada  UMKM, dicetuskannya  beberapa program seperti Gerakan Belanja di Warung Tetangga. Selain itu dukungan program produksi alat pelindung diri oleh UMKM. Tidak hanya para pelaku UMKM saja, kaum milenial yang ingin terjun dalam dunia  bisnis hendaknya dapat  memanfaatkan berbagai  peluang yang ada.  Saat  ini  pemerintah  juga  terus  menggencarkan  dan  mendorong pertumbuhan usaha mikro  kecil dan  menengah melalui  berbagai kebijakan. 

    PIP dalam Mendorong Pemulihan Ekonomi Nasional
    Dapat diakui bahwa sejak keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) No 23/2020 yang mendukung pelaksanaan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) telah memacu percepatan peraturan turunan yang dapat segera digunakan menanggapi kesulitan yang dihadapi oleh para pelaku UMKM. Kementerian Keuangan tercatat mengeluarkan peraturan turunannya, PMK No 65 tahun 2020 dalam tiga minggu berikutnya. Dalam PMK ini diatur tentang tata cara pemberian subsidi bunga para pelaku UMKM yang terdampak pandemi.
    Kebijakan ini menjadi pelengkap program restrukturisasi yang diberikan oleh PIP kepada para pelaku usaha mikro yang mendapatkan pembiayaan Ultra Mikro (UMi) di tahun 2020. Relaksasi yang diberikan melalui Perdirut PIP No.5 dan No.7 tahun 2020 berupa keringanan penundaan pembayaran angsuran kewajiban pokok dan pemberian masa tenggang selama maksimal enam bulan . Sampai dengan akhir tahun 2020, terdapat sebanyak 266.000 debitur pembiayaan UMi mendapatkan penundaan pokok senilai Rp738 miliar. Sedangkan untuk pemberian masa tenggang atas pembiayaan baru telah diberikan senilai Rp1,547 triliun.
    Dalam membantu program pemerintah terkait PEN, PIP juga memfasilitasi satu juta debitur pembiayaan UMi untuk mendapatkan subsidi bunga/margin dan 55 ribu debitur mendapatkan Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) senilai Rp129 miliar. Tidak hanya itu, selain dukungan pembiayaan, PIP juga memberikan pelatihan dan pendampingan pemasaran secara daring di media sosial dan marketplace kepada debitur UMi bekerja sama dengan lembaga pendampingan dan instansi terkait lainnya.
    Kerja sama yang baik dengan para penyalur dan pelaksanaan beragam program untuk mengenal karakter debitur sedikitnya membuahkan hasil. Pada tahun 2020, sebanyak 1,76 juta debitur mendapatkan pembiayaan UMi atau naik sebesar 220% dari target yang dicanangkan. Secara agregat, selama PIP berdiri, pembiayaan kepada pelaku usaha ultra mikro ini telah dirasakan oleh 3,4 juta debitur. Selain itu, tahun lalu juga menjadi saksi untuk kali pertamanya, PIP menyalurkan pembiayaan skema Syariah. Jumlahnya tidak tanggung-tanggung yaitu sebesar Rp1,467 triliun atau sekitar 20% dari akad pembiayaan PIP. 

     “New Normal” dan “New Era” Penyaluran Pembiayaan UMi
    Melalui kedua beleid tersebut yang selanjutnya akan diturunkan dalam peraturan teknis/Perdirut, PIP memasuki era baru penyaluran pembiayaan UMi. Mulai tahun ini, PIP dapat menyalurkan pembiayaan sampai dengan Rp20 juta dan bekerja sama dengan Koperasi Simpan Pinjam, Balai Usaha Mandiri Terpadu (BMT), Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) atau Lembaga pembiayaan lain yang berstatus hukum sebagai penyalur langsung. Tidak perlu melalui PT Bahana Artha Ventura yang selama ini menjadi penyalur tidak langsung. Selain itu potensi kerja sama dengan fintech Peer to Peer Lending (P2P) dalam memperluas penyaluran juga sangat terbuka lebar. Sama halnya dengan penerapan digitalisasi dalam penyaluran pembiayaan UMi melalui penggunaan uang eletronik.
    Bukan hal yang mudah, tetapi juga bukan mustahil dilakukan. PIP harus dapat memaksimalkan kedua kebijakan tersebut untuk menjaga momentum penyaluran pembiayaan kepada pelaku usaha mikro yang un-bankable dan underbanked sesuai dengan yang diamanatkan. Menjadi jembatan kolaborasi dengan pihak lain perlu terus dieksplorasi, karena PIP tidak akan dapat melakukannya sendirian. Perlu banyak pembelajaran dan benchmarking untuk menguatkan sisi kelembagaan dan core business PIP. Salah satunya mengenal lebih jauh tentang karakteristik para penyalur dan para debiturnya (Know Your Customer) yang tidak hanya bermanfaat dalam memperluas penyaluran, tetapi juga mitigasi risiko yang akan muncul karena pandemi.
    PIP harus optimis ini akan berhasil. Seperti yang pernah disampaikan Menteri Keuangan dalam sebuah forum, bahwa perekonomian kita dalam situasi pandemi ini banyak sekali yang harus ikut berkontribusi, bergotong-royong untuk memulihkan kembali, dan salah satunya yang paling penting adalah bagaimana mendukung usaha kecil menengah agar mereka tidak saja bisa bertahan namun juga bisa bangkit kembali dan bangkit dengan lebih kuat, Semoga...!!!
    Komentar

    Tampilkan

    Berita Terbaru